SUARAaktual.co | Indramayu – Pondok Pesantren Al Islah Tajug dalam memberangkatkan anak-anak Santri dalam mengikuti giat Pelantara (Pelayaran Lingkar Nusantara) yang bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut (AL) diduga dalam perekrutannya ataupun penunjukan kepada Santri maupun Santriwati tidak transparan hal ini seperti disampaikan oleh wali santri kepada awak media.
Seperti yang diungkapkan oleh orang tua wali Santri KP, banyak orang tua santri yang mengeluh terkait ketidakterbukaan Pondok Pesantren dalam penunjukan santri Pelantara, seperti Koordinator Ketua Pramuka yang selalu aktif di setiap kegiatan malah tidak diberangkatkan dengan alasan yang tidak jelas. Santri yang tidak aktif di berbagai kegiatan Pramuka malah ditunjuk untuk terlibat dikegiatan Pelantara.
Sehingga ada dugaan Ponpes Al Islah pilih kasih dalam menunjuk siswa Pelantara dan saat rekrutmennya lebih mengedepankan kedekatan emosional dengan santri maupun wali santri.
"Jadi santri – santri yang selama ini ikut membesarkan nama pondok malah tidak dipakai dalam giat tersebut," kata KP, pada Rabu 23 November 2022 melalui sambungan selular.
“Sangat disayangkan padahal Pondok Pesantren sekelas Al Islah Tajug yang termasuk lumayan bagus cuma dari segi administrasi kurang bagus alias perlu dibenahi sesegera mungkin. Yang kayak gini tidak bisa dibiarkan karena akan menjadi kebiasaan buruk dikemudian hari,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut salah seorang Ustad di Pondok Pesantren Al Islah Tajug M. Adi Suja’i, SE., M.Pd menyampaikan bahwa dalam penunjukan santri Pelantara tidak ada kriteria khusus, cukup dengan nurut saja serta dapat izin dari orang tua.
“Terus kalau saya tunjuk ke orang tua wali santri dan ternyata orang tua tersebut tidak mampu, nanti malah jadi beban disana. Bayar bulanan saja belum, tiba-tiba suruh bayar biaya Pelantara kan kasihan,” ucap Sujai, Rabu (23/11/2022) saat dikonfirmasi oleh awak media.
Lanjut Sujai, ketika ditanya mengenai pembayaran yang sudah bayar lantas ditagih kembali, dirinya mengakui bahwa hal tersebut merupakan kekurangan (keluputan) Ponpes dan meminta maaf atas kejadian tersebut serta berkomitmen akan memperbaikinya.
"Maaf itu adalah kekurangan kami, mudah-mudahan kedepan segera kita perbaiki. Dan kalau ada kesalahan secara pribadi saya minta maaf,” tutupnya.
Pemerhati masalah sosial O’ushj.dialambaqa dan juga Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) menanggapi ketidakprofesional Manajemen di Pondok Pesantren Al Islah Tajug.
Dia mengatakan Islam mengajarkan kepada kita untuk hal kejujuran, integritas, keterbukaan, transparansi, akuntabel, demokrasi dan seterusnya.
"Ponpes Al Islah Tajug yang ada di Sudimampir Indramayu Jawa Barat seharusnya menjaga khittah tersebut, dan harus kembali ke khittah tersebut," kata O'Ishj.
Penjelasan pihak ponpes dengan alasan ada biaya untuk kegiatan tersebut, sedang ada siswa yang belum bayaran dan akan menjadi beban tambahan jika harus ikut, itu menjadi bahan pertimbangan ponpes.
“Jika alasannya seperti itu memang logis, tetapi persoalannya adalah mengabaikan khittah tadi yang kita sebutkan di muka, ditambah dengan alasan yang mendua, yaitu tidak cukup waktu untuk menyeleksi, minta izin orang tua, ada biaya dan seterusnya, sehingga rupanya kegiatan Pelantara merupakan program kegiatan “dakir (dadak mikir)”. Jadi alasan yang melompat-lompat itu yang menjadi problem dan menjadi persoalan,” terang O’ushj.dialambaqa, Kamis (24/11/2022) yang lebih dikenal dengan nama Pak Oo.
Masih menurut Pak Oo, semua info memang harus tidak ditelan mentah-mentah, konon harus tabayun. Pertanyaannya adalah jika harus bertabayun, di mana tidak semua orang tua siswa bisa melakukan itu, mengapa tidak memilih jalan yang paling memungkinkan untuk transparansi dalam memberikan informasi, seperti pihak pondok pesentren menerbitkan surat pemberitahuan resmi kepada para orang tua siswa, yang dibackup dengan informasi yang terbuka itu dimuat dalam website pondok pesantren, sehingga kesalahpahaman, dan kejujuran tersebut tetap bisa terjaga.
"Jika ada sebagian orang tua siswa kemudian salah tafsir ya tentu wajar, tetapi menjadi sangat tidak wajar jika Ponpes mengatakan jangan telan mentah-mentah informasi yang disampaikan siswa kepada orang tuanya. Lho jadi bagaimana itu, pihak ponpes kok tidak percaya dengan anak didiknya. Pertanyaannya, jadi bagaimana cara mengajarkan kejujuran, integritas dan seterusnya jika dibantah sendiri," jelasnya.
Dalam hal administrasi di Ponpes Al Islah Tajug, Oo pun turut mengomentari "Sekarang sudah era teknologi digital kok masih mau pakai sistem zaman batu. Jika kita masih dalam era peradaban zaman batu, ya itu wajar, tapi ini sudah generasi milenial, dimana Ponpes suka tidak suka, mau tidak mau, sudah harus masuk pada era sistem digitalisasi yang memberi ruang keterbukaan atau transparansi. Itu menjadi penting, karena itu akan menjadi barometer kepercayaan publik," terang Oo.
Akhir kata, Oo mengatakan semestinya Ponpes harus bisa memberikan keteladanan tentang sistem administrasi yang baik dan profesional karena Islam mengajarkan itu semua.
"Bertabayun itu menjadi keharusan, tetapi jika transparansi itu terjaga. Alasan yang aneh, jika orang tua disuruh tabayun, tetapi persoalan realistik atau tidak, dalam klaim alasan pembenaran akhirnya menjadi kacau balau, terpatahkan sendiri," pungkas Oo.
(Tim)
Komentar Anda :